EYD itu aturan dasar dalam penulisan bahasa. Tidak berat dan tidak ribet kok. Paling cuma aturan tentang penggunaan huruf kapital, tanda baca, bahasa serapan, dan lain-lain yang notabene cuma aturan dasar aja.
Kalau ngomong EYD tuh kesannya bahasa kamus, bahasa yang kaku, padahal gak juga. Lihat deh majalah atau koran yang ternama, mereka semua pakai EYD, kok. Majalah gaul seperti Gadis atau Hai juga selalu ikut EYD setahu saya.
Hanya karena menulis untuk pasar gaul bukan berarti bisa seenaknya nggak ngikuti EYD. Kenapa? karena ini bahasa tertulis, bukan obrolan langsung yang kalau ada miscommunication bisa langsung dibetulin. Dan hal ini bukankah sangat mengganggu orang di ujung Indonesia yang tidak terbiasa dengan hal ini?
Lagipula buku EYD itu tipis banget. Di belakang KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) juga ada.
Please spent some time to read it. Penerbit juga lebih menghargai penulis yang menulis mengikuti EYD daripada penulis yang sembarangan menulis karena itu setidaknya menunjukkan level si penulis itu sendiri dan meringankan pekerjaan Editor. Tentu saja saya tidak menutup mata mungkin ada penerbit yang cenderung tidak mempermasalahkan EYD, tapi buat saya itu penerbit payah.
Kalau bukan orang Indonesia yang menjaga Bahasa Indonesia, siapa lagi?